YOGYA ( M - pres) – Termimal Penumpang Yogyakarta (TPY) Giwangan bakal ramai seperti lokasi lama di Pandeyan, jika loket tiket bus malam yang saat ini di lantai atas dipindah ke lantai dasar. Selain itu, semua bus dan penumpang juga harus masuk ke terminal, dengan menekan seminim mungkin penumpang naik dari tempat-tempat penjualan tiket di luar, atau ‘sub’ terminal bayangan.
Sejumlah penjual tiket bus di TPY mengaku sejak dikelola Pemkot Yogyakarta per 10 Maret lalu, sudah banyak perubahan. Diantaranya dengan mempersempit gerak bus untuk menaikkan penumpang di luar terminal. Seperti pemasangan defider di Ringroad selatan, yang semula sering digunakan untuk tetek bus-bus dan tempat menaikkan penumpang.
“Kuncinya sebenarnya loket tiket ditempatkan di lantai satu. Kemudian semua bus masuk terminal. Kalau perlu agen tiket semua di terminal,” kata Yanto, salah satu pengelola loket tiket bus malam di TPY. “Sekarang ini sudah ada keharusan dari Dishub agar semua bus masuk ke terminal,” tambah Fredy, yang juga mengelola loket bus.
Sebenarnya tak cukup hanya mengharuskan bus masuk ke terminal, tapi harus dibarengi dengan penertiban loket –loket tiket di luar terminal. Tanpa itu proses untuk menjadi ramai akan lambat. “Banyak calon penumpang yang enggan naik ke lantai atas. Kalau dikembalikan seperti terminal lama, saya yakin akan ramai lagi,” kata Yanto, yang sudah buka loket sejak TPY di Pandeyan.
Saat ini puluhan agen tiket membuka usaha di sisi selatan Ringroad. Persisnya di pinggir jalan kampung Malangan, kelurahan Giwangan. Mereka terpaksa berjualan di sana lantaran di lokasi lain, khususnya dalam terminal TPY sepi. Kawasan ini ramai karena sering digunakan untuk ngetem bus-bus AKDP maupun AKAP yang menunggu penumpang.
Kawasan lain yang juga ramai adalah Jl Parangtritis, Dongkelan, dan Gamping. Di sana banyak loket bus - bus malam,. sekaligus tempat ngetem bus-bus lokal dan AKAP mencari penumpang.
Sementara itu sejak dipindahkan pengelolaan dari PT Perwita Karya ke Pemkot Yogyakarta, karyawan yang berjumlah sekitar 124 tetap menerima gaji seperti biasa. Bahkan saat ini mereka juga mengikuti kegiatan sama dengan pegawai Pemkot lainnya, termasuk mengikuti kegiatan olahraga atau krida. Seragam mereka kini juga sudah disesuaikan dengan seragam Dishub dan Pemkot.
“Kami tetap lancar gajian, dan bekerja dengan baik.. Mudah-mudahan bisa bertahan, dan TPY makin ramai dengan dikelola Pemkot,” kata Suwarta, salah satu warga Giwangan, yang menjadi karyawan TPY. ini/dni
Dua Arif Bertahan di DPRD DIY
YOGYA (M - pres) – Dua Arif bertahan menjadi anggota DPRD DIY dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Ir Arif Budiono (Gunungkidul), dan Arif Rahman Hakim (Bantul), keduanya kembali akan menjadi wakil rakyat setelah di masing - masing dapil berhasil memperoleh suara terbanyak urutan pertama dan kedua.
Keduanya akan bergabung dengan lima anggota dewan lainnya. Masing-masing dari dapil Kota Yogya, Bantul, dan Kulonprogo 1 orang. Dan Dapil Sleman 2 orang..
Jumlah anggota dewan dari PKS saat ini sebanyak 6 orang. Mereka terpilih dalam Pemilu 2004 lalu. Saat ini mereka maju menjadi caleg kembali. HM Wajdi Rahman menjadi caleg nomor 4 dari dapil Kota Yogya. Sayang perolehan suaranya kalah dengan caleg lainnya. Wajdi memperoleh 766 suara ..Peraih suara terbanyak adalah Sukamta PHD yang memperoleh 3.790 dari 23.118 suara yang diperoleh PKS.
Tri Harjono, ST MT angota panitia anggaran dan komisi C juga gagal melangkah kembali ke Malioboro. Caleg nomor urut 6 ini kalah suara dengan Nur Sasmita.
Sementara anggota dewan lainnya, Drs H Basuki AR yang maju calon DPR-RI , namun belum berhasil. Basuki yang pernah jadi Ketua DPD PKS Kota Yogya, saat ini menjadi anggota panmus, dan anggota komisi D.
Satu lagi adalah Ur H Cholid Mahmud MT. Anggota komisi A dan anggota badan kehormatan (BK) DPRD DIY kali ini nyaleg DPD. Cholid yang saat ini menjadi anggota Majlis Syuro PKS lolos ke Senayan dan bakal menjadi salah satu dari 4 anggota DPD wakil DIY. Tiga lainnya adalah GKR Hemas, Hafid Asrom – keduanya anggota DPD hasil Pemilu 2004 – dan M Afnan Hadikusumo . Yang terakhir saat ini tercatat sebagai anggota DPRD DIY daeri Fraksi PAN. ni /fni
Jadah Mbah Carik
Camilan nDeso, Maskot Kaliurang
MELANCONG ke Kaliurang, hampir pasti menjadi kurang komplit jika tidak mampir dan mencicipi camilan lokal dan terkesan ndeso berupa jadah dan tempe bacem yang banyak dijajakan di sana. Di seputar Tlogo Putri misalnya, penjaja jadah tempe bersliweran dengan tenggok khasnya. Tetapi jangan salah, di antara yang bersliweran itu ada ada produk yang sama yang kemudian beken dengan sebutan Mbah Carik. Bisa jadi memang dialah pionernya, yang jelas hingga belakangan ini jadah tempe seolah menjadi maskot bagi obyek wisata Kaliurang.
alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5334809926830080738" />

Menelusur keberadaan jadah Mbah Carik, sekitar tahun 1930 saat Ngarso Dalem Sri Sultan Hamengku Buwono IX masih bertahta, orangtua Sudimah, Pak Sastrodinomo yang tercatat sebagai carik desa, sesekali mendapat giliran untuk caos dhahar ke keraton. Sebagai orang desa, Sastrodinomo memang hanya bisa membuat menu ndeso berupa sego jagung (nasi jagung). Pihak kasultanan pun memaklumi kenyataan tersebut, tetapi suatu saat datang sentilan dari keraton.
“Mbok aja ming jagung terus, coba gawe liyane (mbok jangan jagung melulu, sesekali cobalah bikin menu yang lain)!” demikian kira-kira isi sentilan dimaksud. Dari situ kemudian keluarga Sastro menyiapkan menu lain berupa jadah. Ternyata kemudian, para kerabat kasultanan memujinya karena dinilai enak sekali, apalagi disertai tempe bacem yang menjadikannya sangat pas dan cocok untuk dinikmati Merasa mendapat angin segar, keluarga Sastrodinomo pun kemudian memutuskan untuk menjualnya juga di kawasan wisata Kaliurang.
Setelah sekian lama dipasarkan dan ternyata banyak diminati pengunjung, warga sekitar pun ikut-ikutan memproduksi dan menjualnya di lokasi yang sama. Yang membedakan, saat itu keluarga Sastro tidak menjajakan secara keliling, tetapi sudah manggrok di emplek-emplek ala kadarnya, tidak jauh dari Tlogo Putri. Suatu saat, ketika garwo dalem Sultan HB IX, KRAy Hastungkoro berkesempatan ameng-ameng ke Kaliurang, mampir juga ke warung Sastro, membeli sembari memberi saran.
“Sing adol jadah wis akeh, mbok warungmu diapikke, tur ya dijenengi upama Mbah Carik (yang jual jadah ternyata sudah banyak, warungmu mbok diperbaiki, lagian ya dikasih nama, semisal Mbah Carik)!” ujar Hastungkoro. Saran itu pun segera dilaksanakan, dan sekitar tahun 1965 Sastrodinomo mencanangkan nama ‘Mbah Carik’. Jika kini Mbah Carik masih berkibar, memang sudah berganti pengelola, Sudimah Wirosartono, anak ke-4-nya. Sialnya ketika jadah tempe menjadi semakin populer di kawasan Kaliurang, nama Mbah Carik pun bertebaran di sana- sini.
Warung Mbah Carik yang semula berlokasi tidak jauh dari kompleks Wanita Angkatan Udara (Wara), kini sudah dibangun cukup representatif dan bergeser dari lokasi aslinya. Untuk membedakan dengan mbah carik-mbah carik tiruan, milik keluarga perintis itu pun diembel-embali kata ‘asli’. Yang dijajakan bukan melulu jadah dan tempe, tetapi lebih variatif, dari tahu bacem, peyek kacang, grubi, ampyang, bahkan menu-menu santap lainya. Halamanya bahkan cukup untuk parkir beberapa mobil dan motor, sehingga memungkinkan pemelancong Kaliurang berbelanja berbarengan.
Pada hari-hari biasa Sudimah mengaku menghabiskan sedikitnya 15 kg bahan baku beras ketan dan 500 tempe dan 200-an tahu. Namun pada hari libur atau musim wisata, jumlah tersebut bisa melonjak berlipat ganda. Yang menjadi istimewa, jadah tempe produksi Mbak Carik, sama sekali tidak menggunakan bahan penyedap rasa. Demi menjaga keaslian citarasa, memasaknya pun tetap menggunakan kayu bakar. Sebagai warung yang sudah berumur, warung yang satu itu pun sering disebut sebagai klangenan oleh tokoh-tokoh/fugur tertentu.
Tercatat almarhun pelukis Affandi, Bagong Kussudihardjo, Ngarso Dalem Sultan HB IX, HB X, GKR Hemas, Marzuki Usman, Titiek Puspa, Sunyahni, dan banyak lagi pernah mampir dan belanja jadah tempe Mbah Carik sebagai oleh-oleh. Satu yang yang menurut Sudimah menjadi membanggakan, Bung Karno dan Megawati Sukarnoputri (waktu itu masih bocah) pernah juga mampir dan tentu saja membeli jadah tempe. Nah, tak salah, jika dari perjalanan tahun ke tahun, kini Kaliurang pun indentik dengan jatah tempe-nya.adrian
Makin Kecil, Pendapatan Kru Bus Perkotaan
YOGYA (M - pres) – Jumlah bus perkotaan reguler yang beroperasi kini terus menurun. Selain armadanya sudah tua, dan tak mampu meremajakan lagi, para pengguna jasa bus juga beralih ke bus trans. Selain lebih nyaman karena busnya lebih baik, juga tidak berhenti di sembarang tempat. Tarif juga tidak terpaut terlalu jauh dengan bus perkotaan reguler.
“Pendapatan kami sekarang ini makin kecil,” kata Indra, salah satu kru bus perkotaan, ketika dihubungi M-pres kemarin. “Kami masih belum tahu, apakah bisa bertahan sampai 2010 atau tidak. Karena tahun itulah batas akhir yang diberikan Pemda. Bagi yang tak bisa meremajakan bus tentu tak bakal memperoleh izin lagi. Dihapus, dan bakal digantikan bus-bus trans ,” ungkapnya.
Saat ini penumpang yang menggunakan jasa bus reguler sangat kecil, dan menurun tajam. Ini berakibat dari pendapatan yang terus turun. Di tengah harga suku cadang yang terus melambung, dengan setoran yang minim setiap hari – sekitar Rp 40 sampai Rp 60 ribu- tidak mungkin para pengusaha bakal terus bertahan.
Perolehan para kru, baik sopir maupun kernet juga minim sekali. Yang naik justru pengeluaran untuk operasional. Di sejumlah halte swasta yang dijaga timer para kru harus mengeluarkan minimal Rp 2 ribu setiap lewat. Total setiap hari dana yang harus dikeluarkan mencapai Rp 40 sampai Rp 50 ribu.
Bus perkotaan reguler saat ini dilayani oleh 4 koperasi yaitu Kopata, Aspada, Puskopkar, dan Kobutri. Sebagian besar bus - bus yang tidak layak pakai lagi, tidak dioperasikan. Para kru angkutan perkotaan sebagian beralih profesi menjadi sopir bus trans dan kru. Di bus yang saat ini mulai ramai dimanfaatkan warga masyarakat Yogya, gaji yang diterima para kru lumayan baik. Untuk sopir setiap bulannya diperkirakan menerima gaji Rp 2,5 juta. Sedangkan kru Rp 1,8 juta.
Para kru setiap minggunya mendapatkan libur sekali. Lima hari kerja sore, dan lima hari kerja pagi. Jam kerja mereka pukul 05.00 sampai 13.00. Dan 13.00 sampai pukul 21.00.
Yang membedakan dengan kru bus perkotaan reguler, mereka tidak dikejar-kejar setoran. Berhenti dan menurunkan penumpang di tempat yang sudah ditentukan. Pendapatan setiap bulannya pasti. Dan mereka juga tidak terkena potongan di jalan, di luar ketentuan .
nuk
Sambut Pasar Seni Digelar Sepekan Even Spektakuler
YOGYA (M-pres) – Meski belum jadi, dan kemungkinan baru selesai tahun 2011, warga masyarakat Umbulharjo mendukung dan menyambut baik pembangunan pasar seni dan kerajinan di bekas terminal penumpang Yogyakarta (TPY). Saat ini pembangunan baru tahap pondasi awal, dan telah menghabiskan dana lebih dari Rp 3 milyar lewat APBD 2008.
Tahun ini direncanakan akan dilanjutkan lagi pembangunan pasar seni. Lewat dana APBD 2009. Dan secara bertahap, akan disediakan anggaran sampai tahun 2011 mendatang. Pasar ini nantinya akan menampunng para perajin berbagai seni di Kota Yogya. Dan diharapkan mampu mengembangkan kawasan Yogya selatan.
“Warga masyarakat sangat mendukung sekali kehadiran pasar seni. Karena itu kami gelar kegiatan sepakan event spekataukeler (SES), bekerjasama dengan berbagai pihak,” kata Susanto DA, ketua panitia kegiatan SES kepada M-pres kemarin..
Kegiatan yang dipusatkan di pendopo kecamatan Umbulharjo, Jl Glagahsari, utara lokasi pasar seni, berlangsung 26 April sampai 2 Mei lalu. Lewat kegiatan yang didukung sejumlah pihak ini mulai dari kecamatan Umbulharjo, Radio Suara Kenanga, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Yogya, dimaksudkan juga untuk tetap mempertahankan citra kota Yogya sebagai kota budaya dan pariwisata. Sekaligus juga hiburan bagi masyarakat.
Bentuk kegiatannya antara lain senam lansia, pagelaran keroncong, band nostalgia Koes Plusan. Lomba paduan suara antar PKK se Umbulharjo. Lomba cerdas cermat antar PKK dan BKKBN. Campur sari ringkes, gelar naunsa tradisional, dan gebyar PAUD. Acara ditutup dengan wayang kulit pada 2 Mei lalu. Menampilkan dalang Ki Mas Riyo Manggala Saputra dari Bantul, dengan lakon Wiratha Parwa. Juga penampilan dua dalang wanita juara festival dalang se DIY. Gelar wayang ini menampilkan karawitan Trisno Laras kelurahan Warungboto.nuk
Dampak Pemilu, 2 Bulan Usaha Tetes Rosok Mandek
YOGYA (M-pres) – Pemilu legislatif sudah usai, tapi bagi Joko Ompong masih merasakan dampaknya. Usaha tetes rosok alumunium yang sejak 2 bulan lalu mandek, saat ini masih belum menggeliat. Karena masih mandek sekitar 10 karyawannya terpaksa diliburkan, sambil menunggu membaiknya perekonomian.
“Sudah dua bulan ini kami tak bekerja. Tidak ada pembakaran,” kata Joko Ompong, warga kelurahan Sorosutan, yang tinggal di Sorogenen, selatan SMK 4 Nitikan. Ini dampak dari digelarnya pemilu 2009, termasuk masa kampanye para caleg dari berbagai partai.
Selain karena dampak pemilu, usaha tetes rosoknya berhenti karena stok bahan di perusahaan masih cukup. Perusahaan alat rumah tangga seperti panci, wajan, oven, dan alat lainnya, yang berada di Sorogenen, masih memiliki bahan dasar yang cukup banyak. “Dari pada menumpuk, lebih baik sementara kita hentikan dulu. Nanti kalau sudah jalan, usaha tetes kita aktifkan lagi,” kata bapak dua anak ini.
Sebelum membuka usaha tetes rosokan alumunium, Joka adalah karyawan pabrik alat rumah tangga di Nitikan. Dimulai dari sebagai satpam, yang kemudian menjadi karyawan bagian produksi. Hingga akhirnya, dipercaya oleh pengusaha tempat dia bekerja untuk mengelola usaha tetesnya. “Sudah sekitar 3 tahun ini kami mengelola pembakaran tetes. Saya bersyukur, mulai dari mencari bahan sampai pembuangannya tidak ada masalah,” ungkapnya.
Bahan - bahan rosok untuk dibuat cetakan disuplai dari sejumlah pengusaha rosok di Yogya . Sebagian juga disetor dari pengusaha luar DIY. Harga bahan men-tahnya naik turun. Per kg di atas Rp 15 ribu. Bahkan kadang di atas Rp 20 ribu.nuk
Menanggapi sub-tulisan "Tinggi, Laporan Warga Berkait Sengketa Tanah"; pertanyaannya, bagaimana kl masalahnya justru ada di Notaris tsb?
BalasHapusHari ini sy menelfon slh satu Notaris yg disebutkan di atas, Ibu Yulia Rani Kristiani Ginting, SH, notabenenya saya sudah memasrahkan surat tanah saya kepada Beliau sejak Oktober, 2016. Saya tau pembuatan surat tanah ini agak sedikit rumit prosesnya, karena sifatnya yg pecah waris dari pemilik pertama, tetapi mengacu pada Surat Perjanjian Jual Beli yg sudah ditandatangi dan otomatis dibuat secara sadar oleh ketiga belah pihak; saya (pembeli), penjual dan perwakilan dari Ibu Yulia Rani sendiri, di bulan Maret 2017 seharusnya surat tanah itu SUDAH jadi. Sampai di bulan Mei 2017, kami tidak mendapatkan kabar sedikitpun, lalu kami inisiatif bertanya kepada pihak Ibu Yulia Rani ttg perkembangan proses tanah tsb, dijawabnya bahwa sekarang baru di proses pendaftaran. Saat kami meminta HAK kami selaku pembeli untuk mengetahui atau paling tidak melihat fisik Surat Pendaftaran Tanah tsb, yg notabenenya kami ini sbnrnya sudah membayarkan sejumlah uang sesuai surat yg tertuang dalam Surat Perjanjian, kami, terutama orang tua saya yg sudah sepuh justru dilempar jawaban;
1. bahwa surat perjanjian itu ada di kantornya, lalu pihak Ibu Yulia Rani meminta kami untuk kantornya (sebelum kami datang ke rumah Beliau, kami sebenarnya sudah memberi kabar bahwa kami akan kesana, dan tentu saja untuk melihat surat pendaftaran itu)
2. saat kami ke kantornya berdasarkan jam yg beliau arahkan, disana katanya pihak yg menangani tentang dokumen tsb sudah pulang (padahal arahan jam brp kesananya adalah dari pihak Ibu Yulia Rani sendiri dan bukannya atas usulan kami)
3. saat kami datang lagi ke rumah Ibu Yulia Rani lagi-lagi berdasarkan arahan pihak Beliau, kami justru menerima nada keras yg intinya kami ini panikan dan dy itu banyak menangani rumah yg nilainya lebih tinggi dari kami dsb. Saat Bapak saya mencoba membela diri, dengan mengatakan bahwa kami sudah bertanya ttg Surat Pendaftaran itu dari berbulan-bulan lalu, malah dijawabnya agar kami ini suruh membeli banyak tanah agar kami tau prosesnya (tentunya jika kami membeli tanah lagi tidak akan kami pilih Notaris yg SERAMAH Ibu 😂😂) .
Intinya dengan pengalaman kami ini, dari pihak kami ini sudah menunaikan KEWAJIBAN kami sebagaimana yg ada dalam Surat Perjanjian, kami hanya meminta HAK kami untuk sekadar diberitau perkembangannya, bahwa surat yg seharusnya selesai Maret sampai di bulan Mei pun tidak ada kejelasan, saat kami bertanya justru Surat Pendaftarannya sampe di detik ini pun, 18 Juli 2017 tidak bisa Beliau hadirkan, justru kami malah dimarahi. Sampai saat ini Beliau bilang akhir Juli ini Surat Pendaftaran itu akan bisa kami lihat. Dari kami sebenarnya terbuka jika dalam proses pembuatan surat tanah ini ada masalah, artinya kami pun akan memaklumi, karena kami tau sifatnya yg turun waris dari pihak pertama, tapi kami dari pihak pembeli hanya minta untuk diberitau sejauh mana prosesnya termasuk jika ada kendala didalamnya, sebagai 'tentremnya hati' kami yg sudah menyetor uang, lalu dijanjikan bulan Maret untuk jadi surat tanahnya, dan tidak ada kabar dalam selang waktu itu. Semoga menjadi pelajaran untk semuanya.
Salam,
Utami